Pemerintah Berencana Larang Ekspor Nikel dengan Kandungan di Bawah 70%
Pemerintah sudah melarang ekspor bijih nikel yang akan ditingkatkan lagi sehingga hanya produk olahan nikel dengan kandungan minimal 70% yang bisa diekspor.
Pemerintah bakal membuat aturan mengenai ketentuan ekspor produk olahan nikel asal Indonesia. Nantinya, hanya produk olahan nikel dengan kandungan nikel minimum 70% yang boleh diekspor. Hal ini untuk meningkatkan nilai tambah ekspor nikel.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan pemerintah akan melarang ekspor produk olahan nikel dengan kandungan 30-40%. Pemerintah hanya akan memperbolehkan ekspor olahan produk nikel minimal dengan kandungan 70%.
Kebijakan tersebut diambil dengan memperhatikan jumlah cadangan nikel yang ada saat ini. Selain itu, hal tersebut juga dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah produk mineral.
Menyangkut kandungan 70% untuk ekspor, supaya ekspor Indonesia ada nilai tambah. Saya mantan pengusaha jadi rasa iri ke negara lain ada. Kalau negara lain ada cadangan yang gak dimiliki dia akan manfaatkan betul ke produk turunan," ujar Bahlil dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (17/9).
Meski masih dalam tahap wacana, Bahlil hanya ingin memastikan bahwa Indonesia tak boleh lagi dipermainkan oleh negara lain. Pesan tersebut menurut dia yang ingin disampaikan ke dunia internasional. "Dunia lagi butuh sumber daya, jangan kita posisikan diri dengan bargaining yang lemah," katanya.
Pemerintah sendiri sebenarnya telah melarang ekspor bijih nikel mulai Januari 2020. Kebijakan tersebut sejalan dengan diterbitkannya Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pemerintah memastikan hanya bijih nikel yang telah diolah dalam negeri nantinya yang bisa diekspor. Hal ini juga sejalan dengan rencana mendorong investasi pabrik baterai lithium untuk kendaraan listrik. "Kan bijih nikel sudah kita larang ekspornya. Harus hilirisasi. Sekarang hilirisasi ekspor," ujarnya.
Untuk diketahui, produk hilirisasi nikel berpotensi menggeser batu bara yang selama ini menjadi komoditas unggulan Indonesia. Bank investasi dan keuangan asal Amerika Serikat, Morgan Stanley sebelumnya menyebut ekspor nikel akan naik seiring dengan peningkatan investasi yang signifikan dari perusahaan Tiongkok.
Apalagi, Indonesia merupakan negara yang memiliki cadangan bijih nikel terbesar di dunia. Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat total produksi nikel di dunia pada tahun 2019 berada di angka 2,6 juta ton. "Secara global, Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia dan menghasilkan 800 ribu ton," kata Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono beberapa waktu lalu.
Di posisi kedua dan ketiga ditempati oleh Filipina dan Rusia dengan produksi masing-masing 420 ribu ton dan 270 ribu ton. Lalu, nomor empat adalah New Caledonia sebesar 220 ribu ton dan negara lainnya mencapai 958 ribu ton.
Sumber : Katadata